KAMPUNG WISATA PANGLONG, KAMPUNG SUKU LAUT PULAU BINTAN


Kampung panglong adalah sebuah kampung yang terletak di ujung utara pulau Bintan Kecamatan Teluk sebong, berjarak hanya 200 meter dari pelabuhan International Tanjung berakit, yang mana
beberapa tahun belakangan kampong panglong telah di jadikan sebagai kampung wisata pualu Bintan. Sekilas ketika memasuki kampung ini tiada yang berbeda dan istimewa dengan kampong nelayan yang pernah penulis kunjungi sebelumnya di pulau bintan, kecuali sebuah gapura yang dibangun permanen bertuliskan Kampung Wisata Panglong desa Berakit. Dengan laju kendaraan yang pelan kami memasuki area kampong sembari melemparkan pandangan ke sekitar kampong. Aktivitas penduduk kampong terlihat biasa, anak anak bermain di tepi laut, membantu orang tua membersihkan alat penangkap ikan, dan beberapa anak sedang bermain dengan hewan peliharaan nya, sekelompong ibu ibu sedang duduk duduk sambil bercakap cakap di depan rumah, sebagian kelompok lagi tengah duduk mengobol di sebuah warung di kampong itu, terlihat beberapa orang pria sedang bekerja menyelesaikan sebuah konstruksi. Di tengah kampung ada beberapa pemandangan menarik, yang pertama adalah terdapat beberapa bangunan yang terbuat dari tumpukan batu bata yang disusun sedemiakan rupa hingga berbentuk “Dome”, ala ala rumah suku “Eskimo”, belakangan penulis sadari bahwa ternyata ini lah yang di ceritakan oleh rekan penulis sebelumnya tentang keberadaan “Dapur Arang” di Kampung panglong. Menurut pengakuan dari masyarakat setempat, kampung panglong di kenal sebagai salah satu penghasil arang di pulau bintan, dahulu selain menjadi nelayan, masyarakat disini juga bekerja sebagai buruh di dapur arang, setelah adanya keputusan pemerintah untuk melarang beroperasinya dapur arang, masyarakat kembali menggantungkan hidupnya dari hasil laut. Hal menarik lainnya yang penulis temui di tengah kampong adalah keberadaan bangunan Masjid dan gereja katolik yang berdekatan, hanya dibatasi sebuah jalan setapak antara kedua bangunan rumah ibadah tersebut. Bangunan Masjid terlihat lebih baru dengan bangunan permanen, sedangkan gereja di sebelahnya masih semi permanen, belakangan penulis ketahui beberapa pria yang penulis lihat sedang mengerjakan sebuah konstuksi sebelumnya adalah penduduk kampong yang sedang mendirikan sebuah gereja yang baru pengganti bangunan gereja yang sudah lama tersebut.
Pak Boncet

Tempat Ibadah Umat Beragama Berdekatan Ini Membuktikan Bahwa Toleransi Umat Beragama

Masyarakat suku laut saat ini kebanyakan berprofesi sebagai nelayan tradisional, dengan berbekali keahlian yang menangkap ikan secara turun temurun yang sangat baik, kadang kerap juga mereka diajak untuk menjadi “guide” para penghobi kegiatan olah raga memancing untuk berburu ikan, kala itu pak boncet menceritakan kepada kami bagaimana mendeteksi daerah yang banyak terdapat ikan hanya dengan cara mendengarkan pantulan suara dari benturan air laut dengan batu karang di dalam laut dari lantai perahu, seketika kami ter-kagum dengan penjelasannya:) . Mereka adalah pemburu Dugong yang handal dan layaknya alat pendeteksi canggih dalam menemukan keberadaan Dugong (ikan duyung), menggunakan insting dan tanda tanda yang mereka pelajari dari alam. Ketika Pak Boncet bercerita bagaimana orang suku laut membaca prediksi cuaca buruk di laut hanya dari bentuk dan ketinggian awan, kami mendengarkan dengan serius dan sekali mengangguk-angguk seakan akan mengisyaratkan pak boncet untuk terus bercerita, kami pendengar setia:) , jadi sebelum kami tau apa itu awan Komulonimbus, pak Boncet sudah tau bahwa awan dengan bentuk Tinggi vertikal ke langit itu pertanda akan terjadi hujan lebat dan badai di laut, seorang rekan penulis, di sela obrolan sambil bergurau mengatakan bahwa pak Boncet cocok menjadi kepala BMKG desa Berakit:) . Hampir satu jam penulis dan rekan penulis mendengarkan cerita panjang lebar dari pak boncet, penulis merasakan menemukan sesuatu hal yang menarik dari kampung yang penulis anggap “biasa” sebelumnya. ketika meninggalkan kampung ini penulis melihat betapa kampung yang sederhana ini memberikan penulis banyak pelajaran tentang banyak hal dari kesederhanaan suku laut pulau bintan. hari itu sudah merubah pandangan pribadi penulis tentang suku laut, sebagian mereka bukan lagi suku yang tertinggal, mereka saat ini faham betul akan kesadaran lingkungan dan kelestarian alam, seperti mereka mematuhi larangan dari pemerintah atas larangan berburu dugong dan membuat arang dari hutan bakau. Mereka telah memahami dengan baik tentang perbedaan keyakinan, terbukti dengan hidup rukun nya masyarakat kampung panglong antara muslin dan kristen, dan yang terakhir adalah masyarakat suku laut kampung panglong masih menjaga dan mempertahan kan Tradisi, budaya nya sebagai suku laut, meskipun sudah berbaur dengan masyarakat luas, masyarakat suku laut kampung panglong tidak lupa dengan identitas sukunya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Sejarah Dapur Arang di Berakit